PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia ) yang
dibentuk 19 April 1930 di Yogyakarta. Sebagai organisasi olahraga yang
dilahirkan di Zaman penjajahan Belanda, Kelahiran PSSI betapapun terkait dengan
kegiatan politik menentang penjajahan. Jika meneliti dan menganalisa saat- saat
sebelum, selama dan sesudah kelahirannya, sampai 5 tahun pasca Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, jelas sekali bahwa PSSI lahir, karena dibidani
politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan
dengan strategi menyemai benih - benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda
Indonesia
Awal Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda "Sizten en Lausada" yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu - satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari "Sizten en Lausada" ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita - citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri - ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain - lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil - wakil dari VIJ (Sjamsoedin - mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya "menentang" berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan "stridij program" yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut "Steden Tournooi" dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan - jalan atau tempat - tempat dan di alun - alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan" yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria "Winner Sport Club " pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut "Gentelemen's Agreement" yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 - 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
• Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
• Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
• Dibawah usia 15 tahun (U-15)
• Dibawah usia 17 tahun (U-170
• Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
• Dibawah usia 23 tahun (U-23)
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan - pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan - pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah - daerah di seluruh Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu - satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.
salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade Blog informasi untuk blogger pemula akan mengulas sedikit tentang masa masa keemasan timnas garuda pada masa lampau. Pernahkah terbayangkan oleh sahabat bahwa timnas yang kita eluk elukan ini yang pada kenyataannya pada bulan agustus lalu mempunyai rangking FIFA 168 dunia dan itu merupakan prestasi terburuk sepanjang sejarahnya Indonesia bergabung di badan tertinggi sepak bola dunia FIFA. Akan tetapi ada hal yan gpatutu kita banggakan tentang Timnas Garuda kita karena INDONESIA pernah mencatatkan dirinya dalam sejarah dengan ikut piala dunia.
Sahabat tidak percaya dengan apa yang saya bicarakan ini, baiklah sedikit saya akan berbagi informsi tentang seorang legenda sepakbola Indonesia yang pernah membuat Timnas Garuda disegani dan ditakuti di level Asia bahkan dunia, berikut kisah legenda sepakbola Indonesia pada era keemasan Timnas yaitu Ramang, seperti yang di ulas oleh www.bola.net
Indonesia adalah negara Asia pertama yang berpartisipasi dalam Piala Dunia. Dengan cara yang aneh, Indonesia berangkat ke Prancis 1938 setelah Amerika Serikat dan Jepang sama-sama menolak bertanding dalam laga play-off.
Saat itu Indonesia yang masih dikuasai Belanda bernama Hindia Belanda. Petualangan di Piala Dunia hanya berlangsung selama 90 menit, Indonesia dihajar Hungaria enam gol tanpa balas. Kekalahan ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya tim yang hanya bermain dalam satu pertandingan di putaran final Piala Dunia.
Meloncat ke era 50-an, Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan kualitas mereka di level Internasional. FIFA menyebut era ini adalah masa keemasan sepakbola Indonesia. Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia dan semua itu berkat penampilan gemilang seorang legenda asal PSM Makassar, Ramang.
Perjalanan Ramang bersama timnas Indonesia dimulai pada tahun 1952. Ia dikirim daerahnya untuk mengikuti training camp di Jakarta. Karena kemampuannya yang di atas rata-rata, ia terpilih untuk menjadi pemain timnas Indonesia.
Tak butuh waktu lama bagi Ramang untuk membangkitkan imajinasi dan harapan rakyat Indonesia, negara yang masih muda. Indonesia melakoni tur Asia Timur melawan Filipina, All-Hong Kong, Hong Kong Selection, Persatuan Seluruh China, Korea Selatan, dan Thai Royal Air Force pada tahun 1953. Dari sekian banyak pertandingan di negeri asing, Indonesia hanya kalah sekali oleh Korsel, sisanya mereka menangkan semua. Begitu dahsyatnya kemampuan Indonesia saat itu hingga mereka mencatat 25 gol dan hanya kebobolan tujuh kali dalam enam pertandingan. 19 gol Indonesia di tur itu dicetak oleh Ramang.
Tiga tahun berselang, Indonesia kembali mendapat kesempatan bermain di ajang besar. Tim sepakbola Indonesia dinyatakan lolos ke perempat final Olimpiade Melbourne 1956 setelah Vietnam Selatan mengundurkan diri. Ini adalah satu-satunya partisipasi Indonesia di ajang Olimpiade. Di atas kertas, Indonesia yang merupakan negeri antah berantah di dunia sepakbola diprediksikan akan dihajar oleh tim-tim kuat dunia. Tapi itu tidak terjadi.
Pelatih Indonesia Saat itu Antun Pogacnik mempersiapkan Indonesia dengan baik. Tak lupa, ia membawa serta Ramang ke dalam timnya. Lawan mereka di perempat final adalah salah satu tim terkuat dunia saat itu, Uni Sovyet. Patut dicatat bahwa Indonesia bukan melawan tim junior atau tim amatir Uni Sovyet; Garuda bertanding melawan tim yang kurang lebih sama dengan yang menjuarai Piala Eropa pada tahun 1960.
Uni Sovyet diperkuat pemain hebat seperti Lev Yashin, Igor Netto, Eduard Streltsov dan Valentin Ivanov. Di babak sebelumnya, Uni Sovyet telah mengalahkan juara dunia Jerman Barat dengan skor 2-1. Mereka terperangah oleh penampilan spartan yang ditunjukkan skuad tak dikenal bernama Indonesia.
Pertahanan Rusia dikejutkan oleh serangan kilat yang dilancarkan seorang diri oleh Ramang di awal laga. Melewati beberapa defender lawan, Ramang melepaskan tembakan yang secara ajaib mampu diselamatkan oleh Yashin. Indonesia lalu dikurung habis-habisan oleh Uni Sovyet yang memang lebih superior dalam hal teknis. Strategi ultra defensif yang diterapkan Pogacnik mampu meredam semua serangan yang dilancarkan oleh tim Eropa Timur itu. Ramang dengan kelincahannya bahkan nyaris membuat Uni Sovyet gigit jari. Pada menit ke 84, melalui skema serangan balik cepat, Ramang berhasil melepaskan tembakan yang kembali bisa diselamatkan dengan ajaib oleh Yashin.
Pertandingan itu berakhir tanpa gol. Dalam sebuah wawancara, ramang mengatakan: Sebenarnya saya bisa mencetak gol waktu itu andai seragam saya tak ditarik dari belakang oleh pemain lawan. Di pertemuan kedua, Indonesia dihajar empat gol tanpa balas oleh Sovyet. Namun kemenangan itu tak diraih dengan mudah. Sovyet yang sudah tahu kelihaian Ramang sampai harus menempatkan salah satu pemain terbaiknya, Igor Netto, untuk mengawal Ramang secara khusus.
Penampilan Indonesia kala menahan imbang Sovyet disebut FIFA sebagai salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade. 'Hutang' Indonesia kepada Ramang tak hanya berhenti sampai di situ.
Indonesia yang meretas jalan menuju Piala Dunia 1958 Swedia berhasil mengalahkan China di putaran pertama. Ramang mencetak dua gol dalam dua pertandingan, dan Indonesia lolos ke babak selanjutnya dengan agregat 4-3. Indonesia kemudian melaju ke putaran kedua kualifikasi dan tergabung dengan Sudan, Israel dan Mesir. Karena alasan politik, Indonesia tak mau bermain di markas Israel dan mengundurkan diri dari kualifikasi. Andai bisa menjadi juara grup, Indonesia akan lolos ke Piala Dunia untuk kali kedua.
Ramang memperoleh banyak skill dan trik sepakbola dari permainan khas Indonesia, Sepak Takraw. Ia lahir dari keluarga pecinta sepak takraw dan semasa kecil sudah pandai melakukan juggling menggunakan jeruk. Mungkin karena itu pula, penampilan Ramang sangat atraktif. Ia mahir mencetak gol lewat bicycle kick serta sering mencoba membuat gol langsung dari tendangan pojok dari sisi kanan.
Jika skill dan jasa Ramang tak mampu membuat anda terkesan, maka ingatlah bahwa ia hidup pada era di mana sepakbola bukanlah sebuah pilihan hidup yang menjanjikan. Demi sepakbola, Ramang harus bekerja serabutan dengan gaji yang hanya cukup untuk menyambung hidup keluarganya. Semua demi cintanya kepada sepakbola.
Meski pada Rabu (26/9) kemarin Ramang telah genap meninggalkan kita selama 25 tahun, kehebatannya belum dan mungkin tak akan pernah berhenti diceritakan. Semoga dengan mengingat Ramang, kita bangsa Indonesia akan bisa terinspirasi untuk memperbaiki diri demi memajukan dua hal yang kita cintai; sepakbola dan Indonesia.
Awal Mula Berdirinya PSSI
PSSI didirikan oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo. Beliau menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Teknik Tinggi di Heckelenburg, Jerman pada tahun 1927 dan kembali ke tanah air pada tahun 1928. Ketika kembali ke tanah air Soeratin bekerja pada sebuah perusahaan bangunan Belanda "Sizten en Lausada" yang berpusat di Yogyakarta. Disana ia merupakan satu - satunya orang Indonesia yang duduk dalam jajaran petinggi perusahaan konstruksi yang besar itu. Akan tetapi, didorong oleh jiwa nasionalis yang tinggi Soeratin mundur dari perusahaan tersebut.
Setelah berhenti dari "Sizten en Lausada" ia lebih banyak aktif di bidang pergerakan, dan sebagai seorang pemuda yang gemar bermain sepakbola, Soeratin menyadari sepenuhnya untuk mengimplementasikan apa yang sudah diputuskan dalam pertemuan para pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 (Sumpah Pemuda) Soeratin melihat sepakbola sebagai wahana terbaik untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda, sebagai tindakan menentang Belanda.
Untuk melaksanakan cita - citanya itu, Soeratin mengadakan pertemuan demi pertemuan dengan tokoh - tokoh sepakbola di Solo, Yogyakarta dan Bandung . Pertemuan dilakukan dengan kontak pribadi menghindari sergapan Polisi Belanda (PID). Kemudian ketika diadakannya pertemuan di hotel kecil Binnenhof di Jalan Kramat 17, Jakarta dengan Soeri - ketua VIJ (Voetbalbond Indonesische Jakarta) bersama dengan pengurus lainnya, dimatangkanlah gagasan perlunya dibentuk sebuah organisasi persepakbolaan kebangsaan, yang selanjutnya di lakukan juga pematangan gagasan tersebut di kota Bandung, Yogya dan Solo yang dilakukan dengan tokoh pergerakan nasional seperti Daslam Hadiwasito, Amir Notopratomo, A Hamid, Soekarno (bukan Bung Karno), dan lain - lain. Sementara dengan kota lainnya dilakukan kontak pribadi atau kurir seperti dengan Soediro di Magelang (Ketua Asosiasi Muda).
Kemudian pada tanggal 19 April 1930, berkumpullah wakil - wakil dari VIJ (Sjamsoedin - mahasiswa RHS); wakil Bandoengsche Indonesische Voetbal Bond (BIVB) Gatot; Persatuan Sepakbola Mataram (PSM) Yogyakarta, Daslam Hadiwasito, A.Hamid, M. Amir Notopratomo; Vortenlandsche Voetbal Bond (VVB) Solo Soekarno; Madioensche Voetbal Bond (MVB), Kartodarmoedjo; Indonesische Voetbal Bond Magelang (IVBM) E.A Mangindaan (saat itu masih menjadi siswa HKS/Sekolah Guru, juga Kapten Kes.IVBM) Soerabajashe Indonesische Voetbal Bond (SIVB) diwakili Pamoedji. Dari pertemuan tersebut maka, lahirlah PSSI (Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia) nama PSSI ini diubah dalam kongres PSSI di Solo 1950 menjadi Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia yang juga menetapkan Ir. Soeratin sebagai Ketua Umum PSSI.
Begitu PSSI terbentuk, Soeratin dkk segera menyusun program yang pada dasarnya "menentang" berbagai kebijakan yang diambil pemerintah Belanda melalui NIVB. PSSI melahirkan "stridij program" yakni program perjuangan seperti yang dilakukan oleh partai dan organisasi massa yang telah ada. Kepada setiap bonden/perserikatan diwajibkan melakukan kompetisi internal untuk strata I dan II, selanjutnya di tingkatkan ke kejuaraan antar perserikatan yang disebut "Steden Tournooi" dimulai pada tahun 1931 di Surakarta .
Kegiatan sepakbola kebangsaan yang digerakkan PSSI , kemudian menggugah Susuhunan Paku Buwono X, setelah kenyataan semakin banyaknya rakyat pesepakbola di jalan - jalan atau tempat - tempat dan di alun - alun, di mana Kompetisi I perserikatan diadakan. Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan "Sepakbola Kebangsaan" yang digerakkan PSSI. Stadion itu diresmikan Oktober 1933. Dengan adanya stadion Sriwedari ini kegiatan persepakbolaan semakin gencar.
Lebih jauh Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional, agar kekuatan olahraga pribumi semakin kokoh melawan dominasi Belanda. Tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia), yang kemudian menyelenggarakan Pekan Olahraga (15-22 Oktober 1938) di Solo.
Karena kekuatan dan kesatuan PSSI yang kian lama kian bertambah akhirnya NIVB pada tahun 1936 berubah menjadi NIVU (Nederlandsh Indische Voetbal Unie) dan mulailah dirintis kerjasama dengan PSSI. Sebagai tahap awal NIVU mendatangkan tim dari Austria "Winner Sport Club " pada tahun 1936.
Pada tahun 1938 atas nama Dutch East Indies, NIVU mengirimkan timnya ke Piala Dunia 1938, namun para pemainnya bukanlah berasal dari PSSI melainkan dari NIVU walaupun terdapat 9 orang pemain pribumi / Tionghoa. Hal tersebut sebagai aksi protes Soeratin, karena beliau menginginkan adanya pertandingan antara tim NIVU dan PSSI terlebih dahulu sesuai dengan perjanjian kerjasama antara mereka, yakni perjanjian kerjasama yang disebut "Gentelemen's Agreement" yang ditandatangani oleh Soeratin (PSSI) dan Masterbroek (NIVU) pada 5 Januari 1937 di Jogyakarta. Selain itu, Soeratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai adalah bendera NIVU (Belanda). Dalam kongres PSSI 1938 di Solo, Soeratin membatalkan secara sepihak Perjanjian dengan NIVU tersebut.
Soeratin mengakhiri tugasnya di PSSI sejak tahun 1942, setelah sempat menjadi ketua kehormatan antara tahun 1940 - 1941, dan terpilih kembali di tahun 1942.
Masuknya balatentara Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai, yakni badan keolahragaan bikinan Jepang, kemudian masuk pula menjadi bagian dari Gelora (1944) dan baru lepas otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).
Perkembangan PSSI
Pasca Soeratin ajang sepakbola nasional ini terus berkembang walaupun perkembangan dunia persepakbolaan Indonesia ini mengalami pasang surut dalam kualitas pemain, kompetisi dan organisasinya. Akan tetapi olahraga yang dapat diterima di semua lapisan masyarakat ini tetap bertahan apapun kondisinya. PSSI sebagai induk dari sepakbola nasional ini memang telah berupaya membina timnas dengan baik, menghabiskan dana milyaran rupiah, walaupun hasil yang diperoleh masih kurang menggembirakan.
Hal ini disebabkan pada cara pandang yang keliru. Untuk mengangkat prestasi Timnas, tidak cukup hanya membina Timnas itu sendiri, melainkan juga dua sektor penting lainnya yaitu kompetisi dan organisasi, sementara tanpa disadari kompetisi nasional kita telah tertinggal.Padahal di era sebelum tahun 70-an, banyak pemain Indonesia yang bisa bersaing di tingkat internasional sebut saja era Ramang dan Tan Liong Houw, kemudian era Sucipto Suntoro dan belakangan era Ronny Pattinasarani.
Dalam perkembangannya PSSI sekarang ini telah memperluas jenis kompetisi dan pertandingan yang dinaunginya. Kompetisi yang diselenggarakan oleh PSSI di dalam negeri ini terdiri dari :
• Divisi utama yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi satu yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi dua yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus non amatir.
• Divisi tiga yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain yang berstatus amatir.
• Kelompok umur yang diikuti oleh klub sepakbola dengan pemain:
• Dibawah usia 15 tahun (U-15)
• Dibawah usia 17 tahun (U-170
• Dibawah Usia 19 tahun (U-19)
• Dibawah usia 23 tahun (U-23)
• Sepakbola Wanita
• Futsal.
PSSI pun mewadahi pertandingan - pertandingan yang terdiri dari pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak perkumpulan atau klub sepakbola, pengurus cabang, pengurus daerah yang dituangkan dalam kalender kegiatan tahunan PSSI sesuai dengan program yang disusun oleh PSSI. Pertandingan di dalam negeri yang diselenggarakan oleh pihak ketiga yang mendapat izin dari PSSI. Pertandingan dalam rangka Pekan Olahraga Daerah (PORDA) dan pekan Olah Raga Nasional (PON). Pertandingan - pertandingan lainnya yang mengikutsertakan peserta dari luar negeri atau atas undangan dari luar negeri dengan ijin PSSI.
Kepengurusan PSSI pun telah sampai ke pengurusan di tingkat daerah - daerah di seluruh Indonesia . Hal ini membuat Sepakbola semakin menjadi olahraga dari rakyat dan untuk rakyat.
Dalam perkembangannya PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak tanggal 1 November 1952 pada saat congress FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi anggota FIFA, selanjutnya PSSI diterima pula menjadi anggota AFC (Asian Football Confederation) tahun 1952, bahkan menjadi pelopor pula pembentukan AFF (Asean Football Federation) di zaman kepengurusan Kardono, sehingga Kardono sempat menjadi wakil presiden AFF untuk selanjutnya Ketua Kehormatan.
Lebih dari itu PSSI tahun 1953 memantapkan posisinya sebagai organisasi yang berbadan hukum dengan mendaftarkan ke Departement Kehakiman dan mendapat pengesahan melalui SKep Menkeh R.I No. J.A.5/11/6, tanggal 2 Februari 1953, tambahan berita Negara R.I tanggal 3 Maret 1953, no 18. Berarti PSSI adalah satu - satunya induk organisasi olahraga yang terdaftar dalam berita Negara sejak 8 tahun setelah Indonesia merdeka.
salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade Blog informasi untuk blogger pemula akan mengulas sedikit tentang masa masa keemasan timnas garuda pada masa lampau. Pernahkah terbayangkan oleh sahabat bahwa timnas yang kita eluk elukan ini yang pada kenyataannya pada bulan agustus lalu mempunyai rangking FIFA 168 dunia dan itu merupakan prestasi terburuk sepanjang sejarahnya Indonesia bergabung di badan tertinggi sepak bola dunia FIFA. Akan tetapi ada hal yan gpatutu kita banggakan tentang Timnas Garuda kita karena INDONESIA pernah mencatatkan dirinya dalam sejarah dengan ikut piala dunia.
Sahabat tidak percaya dengan apa yang saya bicarakan ini, baiklah sedikit saya akan berbagi informsi tentang seorang legenda sepakbola Indonesia yang pernah membuat Timnas Garuda disegani dan ditakuti di level Asia bahkan dunia, berikut kisah legenda sepakbola Indonesia pada era keemasan Timnas yaitu Ramang, seperti yang di ulas oleh www.bola.net
Indonesia adalah negara Asia pertama yang berpartisipasi dalam Piala Dunia. Dengan cara yang aneh, Indonesia berangkat ke Prancis 1938 setelah Amerika Serikat dan Jepang sama-sama menolak bertanding dalam laga play-off.
Saat itu Indonesia yang masih dikuasai Belanda bernama Hindia Belanda. Petualangan di Piala Dunia hanya berlangsung selama 90 menit, Indonesia dihajar Hungaria enam gol tanpa balas. Kekalahan ini menjadikan Indonesia sebagai satu-satunya tim yang hanya bermain dalam satu pertandingan di putaran final Piala Dunia.
Meloncat ke era 50-an, Indonesia mulai bangkit dan menunjukkan kualitas mereka di level Internasional. FIFA menyebut era ini adalah masa keemasan sepakbola Indonesia. Tim Garuda menjadi kekuatan yang ditakuti di Asia dan semua itu berkat penampilan gemilang seorang legenda asal PSM Makassar, Ramang.
Perjalanan Ramang bersama timnas Indonesia dimulai pada tahun 1952. Ia dikirim daerahnya untuk mengikuti training camp di Jakarta. Karena kemampuannya yang di atas rata-rata, ia terpilih untuk menjadi pemain timnas Indonesia.
Tak butuh waktu lama bagi Ramang untuk membangkitkan imajinasi dan harapan rakyat Indonesia, negara yang masih muda. Indonesia melakoni tur Asia Timur melawan Filipina, All-Hong Kong, Hong Kong Selection, Persatuan Seluruh China, Korea Selatan, dan Thai Royal Air Force pada tahun 1953. Dari sekian banyak pertandingan di negeri asing, Indonesia hanya kalah sekali oleh Korsel, sisanya mereka menangkan semua. Begitu dahsyatnya kemampuan Indonesia saat itu hingga mereka mencatat 25 gol dan hanya kebobolan tujuh kali dalam enam pertandingan. 19 gol Indonesia di tur itu dicetak oleh Ramang.
Tiga tahun berselang, Indonesia kembali mendapat kesempatan bermain di ajang besar. Tim sepakbola Indonesia dinyatakan lolos ke perempat final Olimpiade Melbourne 1956 setelah Vietnam Selatan mengundurkan diri. Ini adalah satu-satunya partisipasi Indonesia di ajang Olimpiade. Di atas kertas, Indonesia yang merupakan negeri antah berantah di dunia sepakbola diprediksikan akan dihajar oleh tim-tim kuat dunia. Tapi itu tidak terjadi.
Pelatih Indonesia Saat itu Antun Pogacnik mempersiapkan Indonesia dengan baik. Tak lupa, ia membawa serta Ramang ke dalam timnya. Lawan mereka di perempat final adalah salah satu tim terkuat dunia saat itu, Uni Sovyet. Patut dicatat bahwa Indonesia bukan melawan tim junior atau tim amatir Uni Sovyet; Garuda bertanding melawan tim yang kurang lebih sama dengan yang menjuarai Piala Eropa pada tahun 1960.
Uni Sovyet diperkuat pemain hebat seperti Lev Yashin, Igor Netto, Eduard Streltsov dan Valentin Ivanov. Di babak sebelumnya, Uni Sovyet telah mengalahkan juara dunia Jerman Barat dengan skor 2-1. Mereka terperangah oleh penampilan spartan yang ditunjukkan skuad tak dikenal bernama Indonesia.
Pertahanan Rusia dikejutkan oleh serangan kilat yang dilancarkan seorang diri oleh Ramang di awal laga. Melewati beberapa defender lawan, Ramang melepaskan tembakan yang secara ajaib mampu diselamatkan oleh Yashin. Indonesia lalu dikurung habis-habisan oleh Uni Sovyet yang memang lebih superior dalam hal teknis. Strategi ultra defensif yang diterapkan Pogacnik mampu meredam semua serangan yang dilancarkan oleh tim Eropa Timur itu. Ramang dengan kelincahannya bahkan nyaris membuat Uni Sovyet gigit jari. Pada menit ke 84, melalui skema serangan balik cepat, Ramang berhasil melepaskan tembakan yang kembali bisa diselamatkan dengan ajaib oleh Yashin.
Pertandingan itu berakhir tanpa gol. Dalam sebuah wawancara, ramang mengatakan: Sebenarnya saya bisa mencetak gol waktu itu andai seragam saya tak ditarik dari belakang oleh pemain lawan. Di pertemuan kedua, Indonesia dihajar empat gol tanpa balas oleh Sovyet. Namun kemenangan itu tak diraih dengan mudah. Sovyet yang sudah tahu kelihaian Ramang sampai harus menempatkan salah satu pemain terbaiknya, Igor Netto, untuk mengawal Ramang secara khusus.
Penampilan Indonesia kala menahan imbang Sovyet disebut FIFA sebagai salah satu penampilan paling heroik dalam sejarah sepakbola Olimpiade. 'Hutang' Indonesia kepada Ramang tak hanya berhenti sampai di situ.
Indonesia yang meretas jalan menuju Piala Dunia 1958 Swedia berhasil mengalahkan China di putaran pertama. Ramang mencetak dua gol dalam dua pertandingan, dan Indonesia lolos ke babak selanjutnya dengan agregat 4-3. Indonesia kemudian melaju ke putaran kedua kualifikasi dan tergabung dengan Sudan, Israel dan Mesir. Karena alasan politik, Indonesia tak mau bermain di markas Israel dan mengundurkan diri dari kualifikasi. Andai bisa menjadi juara grup, Indonesia akan lolos ke Piala Dunia untuk kali kedua.
Ramang memperoleh banyak skill dan trik sepakbola dari permainan khas Indonesia, Sepak Takraw. Ia lahir dari keluarga pecinta sepak takraw dan semasa kecil sudah pandai melakukan juggling menggunakan jeruk. Mungkin karena itu pula, penampilan Ramang sangat atraktif. Ia mahir mencetak gol lewat bicycle kick serta sering mencoba membuat gol langsung dari tendangan pojok dari sisi kanan.
Jika skill dan jasa Ramang tak mampu membuat anda terkesan, maka ingatlah bahwa ia hidup pada era di mana sepakbola bukanlah sebuah pilihan hidup yang menjanjikan. Demi sepakbola, Ramang harus bekerja serabutan dengan gaji yang hanya cukup untuk menyambung hidup keluarganya. Semua demi cintanya kepada sepakbola.
Meski pada Rabu (26/9) kemarin Ramang telah genap meninggalkan kita selama 25 tahun, kehebatannya belum dan mungkin tak akan pernah berhenti diceritakan. Semoga dengan mengingat Ramang, kita bangsa Indonesia akan bisa terinspirasi untuk memperbaiki diri demi memajukan dua hal yang kita cintai; sepakbola dan Indonesia.
No comments:
Post a Comment