Realita menunjukkan, di dalam kehidupan sehari-hari masih saja ditemukan orang cerdas tetapi kurang arif, orang kaya tetapi tidak dermawan, orang berkuasa tetapi tidak amanah, tokoh masyarakat tetapi tidak memberi teladan, pemimpin tetapi tidak berpihak pada kepentingan bersama (rakyat banyak), saling menjatuhkan, pencurian benda-benda kuno yang menyimpan sejarah, pengeboman, dan tindakan-tindakan anarkis-destruktif lain yang sangat merugikan kelanjutan kehidupan bangsa. Untuk itulah peran pendidikan sangat penting, sebagaimana tersirat dan tersurat dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa: Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Dalam pasal 3, dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar yang bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (PP. 19 tahun 2005). Dengan kata lain, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan intelektual, spiritual, sosial, dan moral peserta didik, sebagai potensi karakter bangsa.Hal ini mengandung pesan bahwa pendidikan kewarganegaraan ikut mengambil peran strategis dalam membentuk karakter bangsa.
Esensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembangunan watak dan karakter bangsa. Seperti dikemukakan oleh Malik Fajar, bahwa Pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana pengembangan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Istilah yang sering digunakan selain pendidikan kewarganegara- an adalah civics. Istilah civics hampir sama maknanya dengan kata citizenship. Pengertian kata Civics dalam hal ini merujuk pada ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara:
(a) Individu dan perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi ekonomi, dan organisasi politik);
(b) Individu dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan satu di antara tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission. Saat ini citizenship tranmission telah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek sosial budaya (Winataputra, 2004). Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang menghubungkan berbagai dimensi ilmu seperti psikologi, sosial budaya, ilmu politik dan ilmu pendidikan yang relevan. Hal ini berimplikasi terhadap proses pendidikan bagi warga negara Indonesia dalam konteks sistem pendidikan nasional.
Pendidikan kewarganegaraan adalah:
(2) terampil dalam menyerap informasi;
(3) mampu mengorganisasi dan menggunakan informasi;
(4) mampu membina pola hubungan interpersonal dan partisipasi sosial; dan
(5) dapat menjadi warga negara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai karakter bangsa.
Terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan dan karakter bangsa, dalam buku “Credibility” karya Kouzes dan Posner (1993) seperti yang dikutip Soemarno (2004) ditemukan 200 ciri karakter, dan empat di antaranya menempati urutan teratas. Empat karakter tersebut adalah:
(1) kejujuran; (2) pandangan ke depan; (3) memberi inspirasi dan (4) keahlian. Jika dipahami lebih dalam, keempat ciri ini sudah lama dicontohkan oleh sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW yaitu: (1) jujur dan benar; (2) terpercaya; (3) keterbukaan; dan (4) cerdas, arif dan bijaksana.
Apakah karakter itu ? Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa karakter adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari mengapa seseorang menunjukkan perilaku tertentu.Selanjutnya Freud memaknai karakter sebagai sistem upaya yang melandasi perilaku. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa karakter bangsa adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari yang menjadi pedoman perilaku seseorang sebagai bangsa. Dengan kata lain nation character adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi sebuah ikatan bersama baik dalam hal kebersamaan maupun dalam hal pengorbanan sebagai sebuah bangsa.
Bung Karno pada sejarah masa lalu sangat memperhatikan dan mendukung upaya pembangunan karakter bangsa Indonesia yang ditanamkan dan diwujudkan sebagai karakter bangsa yang mencerminkan dorongan hati nurani setiap individu sebagai bangsa Indonesia, dalam kesadaran multikultural yang tidak mungkin dilebur sebagai karakter tunggal atau melting pot.
Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang perlu ditransformasi- kan kepada siswa didik sedini mungkin disarikan dari beberapa sumber bacaan, antara lain:
Nilai-nilai karakter bangsa yang dipaparkan di atas didukung oleh Michele Borba (2008) dengan menggunakan istilah kecerdasan moral dan karakter. Tujuh kebajikan utama dalam membangun kecerdasan moral dan karakter bangsa yang kuat: (1) empati: memahami dan merasakan kesedihan/ penderitaan orang lain; (2) nurani: merasakan dan menerapkan cara berprilaku yang manusiawi; (3) kontrol diri: mengendalikan pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam atau mencegah dorongan dari luar sehingga dapat bertindak benar; (4) rasa hormat: menghargai orang lain dengan berlaku baik dan sopan; (5) kebaikan hati: menunjukkan kepedulian terhadap kehidupan dan perasaan orang lain; (6) toleransi: menghormati martabat dan menghargai hak semua orang meskipun keyakinan berbeda antara satu dan yang lain; dan (7) keadilan: berpikir terbuka, tidak berat sebelah, bertindak adil/ berpihak pada yang benar.
Selanjutnya bagaimana cara mentransformasikan nilai-nilai karakter bangsa. Hakikatnya siswa dilatih untuk memfungsikan secara efektif anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang dibawa sejak lahir yaitu: (1) panca indera; (2) naluri; (3) akal: rasional, imajinasi, kreativitas; dan (4) hati nurani. Melalui pembelajaran pembentukan karakter (latihan dan pembiasan diri) untuk melakukan penanjakan keempat fungsi tersebut.
Dalam hal pengetahuan yang dicapai, pada tingkat tertinggi Al-Ghazali menyebutnya dengan akselerasi atau penanjakan ilmu (Mi’raj) pada manusia yang berpengetahuan yaitu menghamba- kan diri kepada-Nya. Maslow menyebutnya dengan Motive Self Transedental yang dalam tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah meningkatkan Iman dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai nilai karakter bangsa yang pertama dan ter-utama.
Segenap guru, termasuk guru pendidikan kewarganegaraan, me- miliki peran strategis dalam menginternalisasi dan mensosiali- sasikan nilai-nilai karakter bangsa, sesuai amanah dari Peratur- an Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, yaitu:
(1) memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills); (2) menye-lenggarakan pembelajaran yang mendidik; (3) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; (4) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (5) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa; (6) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; (7) menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Hal ini diperkuat lagi dalam menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan, yang harus memuat nilai-nilai karakter bangsa dalam setiap mata pelajaran.
Terutama bagi guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu mengimplementasikan pembentukan karakter bangsa yang selaras dengan lingkungan lokal, nasional, dan internasional. Implikasinya diharapkan akan mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang memiliki nilai-nilai esensial antara lain: (1) mempunyai respek terhadap kehidupan; (2) menghormati Hak Asasi Manusia; (3) mewujudkan kesetaraan dan keadilan; (4) saling menghormati dan toleran; (5) saling mengayomi; dan (6) integritas. (Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, 1999). Harapan ini adalah sebuah keniscayaan apabila kita ingin menyelamatkan bangsa dari krisis multidimensi. Moga-moga harapan ini menjadi kenyataan. Amien.
Secara rinci intelegensi jamak (Multiple Intellegences) meliputi: (1) kecerdasan bahasa (Linguistic Intelligence); (2) kecerdasan logika matematika (Logical Matematical Intelligence); (3) kecerdasan keruangan (Spatial Intelligence); (4) kecerdasan kinestetik (Bodily Kinestetic Intelligence); (5) kecerdasan musik (Musical Intelligence); (6) kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligence) ; (7) kecerdasan Intra personal (Intrapersonal Intelligence);(8) intelegensi lingkungan dan (9)inteligensi eksistensial.
Program strategis yang perlu dilakukan (Citizenship Education), adalah saling bersinergi antar berbagai komponen bangsa termasuk guru untuk mempersiapkan generasi masa depan bangsa yang berkarakter, yakni : (1) membantu per-tumbuhan jati diri bangsa, baik secara individual maupun kultural dan bersama-sama memahami kekuatan-kekuatan yang menyatukan ataupun yang memecah belah masyarakat; (2) melibatkan siswa dalam observasi dan partisipasi baik di sekolah maupun di masyarakat; (3) menjernihkan isu-isu kritis baik lokal maupun global; (4) mengembangkan perspektif siswa berdasarkan pengalaman hidupnya yang memungkinkan untuk melihat diri sendiri dalam konteks dunia yang luas; (5) mempersiapkan siswa untuk membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi; dan (6) mengembangkan jiwa ke- pemimpinan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa (Standard Course of Study and Grade Level Competenzies K-12 Social Studies, Nort Carolina).
Dalam pasal 3, dikatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Hal ini dijelaskan lebih lanjut dalam standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar yang bertujuan untuk meletakkan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Selanjutnya standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan menengah umum bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut (PP. 19 tahun 2005). Dengan kata lain, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi kecerdasan intelektual, spiritual, sosial, dan moral peserta didik, sebagai potensi karakter bangsa.Hal ini mengandung pesan bahwa pendidikan kewarganegaraan ikut mengambil peran strategis dalam membentuk karakter bangsa.
Esensi Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembangunan watak dan karakter bangsa. Seperti dikemukakan oleh Malik Fajar, bahwa Pendidikan kewarganegaraan merupakan wahana pengembangan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Istilah yang sering digunakan selain pendidikan kewarganegara- an adalah civics. Istilah civics hampir sama maknanya dengan kata citizenship. Pengertian kata Civics dalam hal ini merujuk pada ilmu kewarganegaraan yang membicarakan hubungan antara:
(a) Individu dan perkumpulan yang terorganisir (organisasi sosial, organisasi ekonomi, dan organisasi politik);
(b) Individu dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan satu di antara tradisi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yakni citizenship tranmission. Saat ini citizenship tranmission telah berkembang menjadi tiga aspek pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education), yakni aspek akademis, aspek kurikuler, dan aspek sosial budaya (Winataputra, 2004). Pendidikan kewarganegaraan merupakan bidang kajian yang menghubungkan berbagai dimensi ilmu seperti psikologi, sosial budaya, ilmu politik dan ilmu pendidikan yang relevan. Hal ini berimplikasi terhadap proses pendidikan bagi warga negara Indonesia dalam konteks sistem pendidikan nasional.
Pendidikan kewarganegaraan adalah:
- bidang kajian yang ditopang oleh berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan yang relevan, seperti: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psikologi, filsafat dan agama yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai, dan perilaku demokrasi warga negara.
- kemampuan dasar yang akan dicapai adalah kemampuan intelektual dan sosial (berpikir, bersikap, bertindak, serta berpartisipasi dalam hidup bermasyarakat);
- sebagai upaya pengembangan daya nalar (state of mind);
- pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih inspiratif dan partisipatif dengan menekankan pada pelatihan penggunaan logika,penalaran, perenungan, pengalaman kehidupan, dan pembentukan karakter;
- sebagai pembangunan karakter bangsa yakni proses pengembangan warganegara yang cerdas dan berdaya nalar tinggi (civic intelligence), tanggung jawab (civic respon- sibility), dan partisipasi (civic participation); dan
- laboratorium pembentukan watak, untuk memperoleh pemahaman, sikap, dan perilaku yang berkarakter.
(2) terampil dalam menyerap informasi;
(3) mampu mengorganisasi dan menggunakan informasi;
(4) mampu membina pola hubungan interpersonal dan partisipasi sosial; dan
(5) dapat menjadi warga negara yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai karakter bangsa.
Terkait dengan nilai-nilai kemanusiaan dan karakter bangsa, dalam buku “Credibility” karya Kouzes dan Posner (1993) seperti yang dikutip Soemarno (2004) ditemukan 200 ciri karakter, dan empat di antaranya menempati urutan teratas. Empat karakter tersebut adalah:
(1) kejujuran; (2) pandangan ke depan; (3) memberi inspirasi dan (4) keahlian. Jika dipahami lebih dalam, keempat ciri ini sudah lama dicontohkan oleh sikap dan perilaku Nabi Muhammad SAW yaitu: (1) jujur dan benar; (2) terpercaya; (3) keterbukaan; dan (4) cerdas, arif dan bijaksana.
Apakah karakter itu ? Dalam buku yang sama dijelaskan bahwa karakter adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari mengapa seseorang menunjukkan perilaku tertentu.Selanjutnya Freud memaknai karakter sebagai sistem upaya yang melandasi perilaku. Dengan pengertian ini dapat dijelaskan bahwa karakter bangsa adalah alasan-alasan yang disadari atau tidak disadari yang menjadi pedoman perilaku seseorang sebagai bangsa. Dengan kata lain nation character adalah jiwa dan prinsip spiritual yang menjadi sebuah ikatan bersama baik dalam hal kebersamaan maupun dalam hal pengorbanan sebagai sebuah bangsa.
Bung Karno pada sejarah masa lalu sangat memperhatikan dan mendukung upaya pembangunan karakter bangsa Indonesia yang ditanamkan dan diwujudkan sebagai karakter bangsa yang mencerminkan dorongan hati nurani setiap individu sebagai bangsa Indonesia, dalam kesadaran multikultural yang tidak mungkin dilebur sebagai karakter tunggal atau melting pot.
Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang perlu ditransformasi- kan kepada siswa didik sedini mungkin disarikan dari beberapa sumber bacaan, antara lain:
- Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
- Jujur yaitu memiliki sikap dan sifat yang luhur sebagai warga negara dan merupakan suatu keniscayaan. Kejujuran merupakan kunci bagi terciptanya keselarasan dan keharmonisan hubungan antar warga negara dengan negara, memiliki misi dalam mengentaskan kemiskinan dan dalam meningkatkan kesejahteraan bersama ;
- Adil adalah menempatkan sesuatu secara proporsional. Tujuan yang baik tidak akan diwujudkan dengan cara-cara yang tidak adil. Penggunaan cara-cara yang tidak adil adalah bentuk pelanggaran hak asasi dari orang yang diperlakukan tidak adil.
- Rasa hormat dan tanggung jawab terhadap sesama warga negara terutama dalam konteks adanya pluralitas masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis, suku, ras, keyakinan/agama, dan ideologi politik (komitmen bersatu),turut bertanggung jawab menjaga keharmonisan hubungan antar etnis serta keteraturan dan ketertiban negara yang berdiri di atas dasar pluralitas tersebut (Bhineka Tunggal Ika);
- Sikap kritis terhadap kenyataan empiris (realitas sosial, budaya, dan politik) maupun terhadap kenyataan supra empiris atau metafisik (agama, mitologi, kepercayaan). Sikap kritis juga harus ditunjukkan pada diri sendiri.
- Sikap kritis pada diri sendiri itu tentu disertai sikap pemahaman terhadap pendapat yang berbeda;
- Sikap terbuka didasarkan atas kesadaran akan pluralis- me dan keterbatasan diri yang akan melahirkan kemam- puan dalam menahan diri, tidak secepatnya menjatuh- kan penilaian atau pilihan;
- Rasional yaitu memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan secara bebas dan logis.Ini merupakan hal yang harus dilakukan. Keputusan-keputusan yang di-ambil secara rasional akan melahirkan sikap yang tegas dan pemikiran yang logis.
- Cerdas dan arif yakni memiliki Inteligensi jamak. Inteligensi merupakan kemampuan untuk memecahkan persoalan dan dapat menghasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dalam situasi yang nyata. Intelegensi seseorang bukan hanya diukur dengan tes tertulis, melainkan lebih tepat diukur melalui cara bagaimana orang itu memecahkan persoalan dalam kehidupan yang nyata secara cerdas dan bijak (arif).
Nilai-nilai karakter bangsa yang dipaparkan di atas didukung oleh Michele Borba (2008) dengan menggunakan istilah kecerdasan moral dan karakter. Tujuh kebajikan utama dalam membangun kecerdasan moral dan karakter bangsa yang kuat: (1) empati: memahami dan merasakan kesedihan/ penderitaan orang lain; (2) nurani: merasakan dan menerapkan cara berprilaku yang manusiawi; (3) kontrol diri: mengendalikan pikiran dan tindakan agar dapat menahan dorongan dari dalam atau mencegah dorongan dari luar sehingga dapat bertindak benar; (4) rasa hormat: menghargai orang lain dengan berlaku baik dan sopan; (5) kebaikan hati: menunjukkan kepedulian terhadap kehidupan dan perasaan orang lain; (6) toleransi: menghormati martabat dan menghargai hak semua orang meskipun keyakinan berbeda antara satu dan yang lain; dan (7) keadilan: berpikir terbuka, tidak berat sebelah, bertindak adil/ berpihak pada yang benar.
Selanjutnya bagaimana cara mentransformasikan nilai-nilai karakter bangsa. Hakikatnya siswa dilatih untuk memfungsikan secara efektif anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang dibawa sejak lahir yaitu: (1) panca indera; (2) naluri; (3) akal: rasional, imajinasi, kreativitas; dan (4) hati nurani. Melalui pembelajaran pembentukan karakter (latihan dan pembiasan diri) untuk melakukan penanjakan keempat fungsi tersebut.
Dalam hal pengetahuan yang dicapai, pada tingkat tertinggi Al-Ghazali menyebutnya dengan akselerasi atau penanjakan ilmu (Mi’raj) pada manusia yang berpengetahuan yaitu menghamba- kan diri kepada-Nya. Maslow menyebutnya dengan Motive Self Transedental yang dalam tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah meningkatkan Iman dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai nilai karakter bangsa yang pertama dan ter-utama.
Segenap guru, termasuk guru pendidikan kewarganegaraan, me- miliki peran strategis dalam menginternalisasi dan mensosiali- sasikan nilai-nilai karakter bangsa, sesuai amanah dari Peratur- an Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru, yaitu:
(1) memahami substansi Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), nilai dan sikap kewarganegaraan (civic disposition), dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills); (2) menye-lenggarakan pembelajaran yang mendidik; (3) bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia; (4) menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (5) menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa; (6) menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri; (7) menjunjung tinggi kode etik profesi guru. Hal ini diperkuat lagi dalam menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan, yang harus memuat nilai-nilai karakter bangsa dalam setiap mata pelajaran.
Terutama bagi guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan diharapkan mampu mengimplementasikan pembentukan karakter bangsa yang selaras dengan lingkungan lokal, nasional, dan internasional. Implikasinya diharapkan akan mewujudkan masyarakat madani Indonesia yang memiliki nilai-nilai esensial antara lain: (1) mempunyai respek terhadap kehidupan; (2) menghormati Hak Asasi Manusia; (3) mewujudkan kesetaraan dan keadilan; (4) saling menghormati dan toleran; (5) saling mengayomi; dan (6) integritas. (Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, 1999). Harapan ini adalah sebuah keniscayaan apabila kita ingin menyelamatkan bangsa dari krisis multidimensi. Moga-moga harapan ini menjadi kenyataan. Amien.
Secara rinci intelegensi jamak (Multiple Intellegences) meliputi: (1) kecerdasan bahasa (Linguistic Intelligence); (2) kecerdasan logika matematika (Logical Matematical Intelligence); (3) kecerdasan keruangan (Spatial Intelligence); (4) kecerdasan kinestetik (Bodily Kinestetic Intelligence); (5) kecerdasan musik (Musical Intelligence); (6) kecerdasan interpersonal (Interpersonal Intelligence) ; (7) kecerdasan Intra personal (Intrapersonal Intelligence);(8) intelegensi lingkungan dan (9)inteligensi eksistensial.
Program strategis yang perlu dilakukan (Citizenship Education), adalah saling bersinergi antar berbagai komponen bangsa termasuk guru untuk mempersiapkan generasi masa depan bangsa yang berkarakter, yakni : (1) membantu per-tumbuhan jati diri bangsa, baik secara individual maupun kultural dan bersama-sama memahami kekuatan-kekuatan yang menyatukan ataupun yang memecah belah masyarakat; (2) melibatkan siswa dalam observasi dan partisipasi baik di sekolah maupun di masyarakat; (3) menjernihkan isu-isu kritis baik lokal maupun global; (4) mengembangkan perspektif siswa berdasarkan pengalaman hidupnya yang memungkinkan untuk melihat diri sendiri dalam konteks dunia yang luas; (5) mempersiapkan siswa untuk membuat keputusan berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi; dan (6) mengembangkan jiwa ke- pemimpinan bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa (Standard Course of Study and Grade Level Competenzies K-12 Social Studies, Nort Carolina).
No comments:
Post a Comment