REFLEKSI KASUS PEMBUNUHAN MUNIR
Tahun 2004
*7 Sept 2004 Aktivis HAM dan pendiri KontraS dan Imparsial, Munir (39 thn) meninggal di ataspesawat Garuda dengan nomor GA-974 ketika sedang menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana. Sesuai dengan hukum nasionalnya, pemerintah Belanda melakukan otopsi atas jenazah almarhum.
*12 Sept 2004 Jenazah Munir dimakamkan di kota Batu, Malang, Jawa Timur.
*11 Nov 2004 Pihak keluarga almarhum mendapat informasi dari media Belanda bahwa hasil otopsi Munir oleh Institut Forensik Belanda (NFI) membuktikan bahwa beliau meninggal akibat racun arsenik dengan jumlah dosis yang fatal.
*12 Nov 2004 Suciwati, istri Munir mendatangi Mabes Polri untuk meminta hasil otopsi namun gagal. Presiden SBY berjanji akan menindaklanjuti kasus pembunuhan Munir. Berlangsung siaran pers bersama sejumlah LSM di kantor KontraS mendesak pemerintah untuk segera melakukan investigasi dan menyerahkan hasil otopsi kepada keluarga dan membentuk tim penyelidikan independen yang melibatkan kalangan masyarakat sipil. Desakan serupa dikeluarkan oleh para tokoh masyarakat di berbagai daerah.
*18 Nov 2004 Markas Besar Polri memberangkatkan tim penyelidik (termasuk ahli forensik) dan Usman Hamid (Koordinator KontraS) ke Belanda. Pengiriman tim tersebut bertujuan meminta dokumen otentik, berikut mendiskusikan hasil otopsi dengan ahli-ahli forensik di Belanda. Tim ini gagal mendapatkan dokumen otopsi asli karena tidak memenuhi prosedur administrasi yang diminta pemerintah Belanda.
*20 Nov 2004 Istri Munir, Suciwati mendapat teror di rumahnya di Bekasi.
*22 Nov 2004 Suciwati dan beberapa aktivis NGO bertemu dengan Komisi III DPR RI. Komisi III setuju dengan usulan yang diajukan oleh kerabat Munir untuk mendesak pemerintah segera membentuk tim investigasi independen.
*23 Nov 2004 Rapat paripurna DPR sepakat untuk meminta pemerintah membentuk tim independen kasus Munir dan segera menyerahkan hasil autopsi kepada keluarga almarhum. Selain itu DPR juga membentuk tim pencari fakta sendiri.
*24 Nov 2004 Suciwati bersama beberapa aktivis LSM bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara. Presiden berjanji akan membentuk tim independen untuk menyelidiki kasus Munir.
*26 Nov 2004 Imparsial dan KontraS menyerahkan draft usulan pembentukan tim independen kasus Munir kepada Presiden melalui Juru Bicaranya, Andi Malarangeng. Draft ini berisi bentuk tim, mekanisme tim, dan daftar nama calon anggota tim.
*28 Nov 2004 Mabes Polri melakukan pemeriksaan terhadap 8 kru Garuda yang melakukan penerbangan bersama almarhum Munir. Hingga kini sudah 21 orang yang diperiksa.
*2 Des 2004 Ratusan aktivis dan korban pelanggaran HAM berdemo di depan istana untuk meminta Presiden SBY agar segera membentuk tim investigasi independen kasus Munir.
*21 Des 2004 Di Mabes Polri terjadi pertemuan antara Kepolisian, Kejaksaan Agung, Dephuk dan HAM, serta aktivis HAM untuk membahas tindak lanjut tim independen kasus Munir.
*23 Des 2004 Presiden SBY mengesahkan Tim Pencari Fakta untuk Kasus Munir yang anggotanya melibatkan kalangan masyarakat sipil dan berfungsi membantu Polri dalam menyelidiki kasus terbunuhnya Munir.
Tahun 2005
*13 Jan 2005 TPF pertama kali bertemu dengan tim penyidik Polri. Dalam pertemuan tersebut, TPF menilai tim penyidik lambat dalam menetapkan tersangka.
*11 Feb 2005 TPF mendesak Polri untuk melakukan rekonstruksi. Pihak Polri berkilah rekonstruksi tergantung kesiapan Garuda.
*24 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda tidak kooperatif dalam melakukan rekonstruksi kematian Munir.
*28 Feb 2005 Ketua TPF, Brigjen Marsudi Hanafi menilai Garuda menutupi kematian Munir. Selain menghambat rekonstruksi kematian Munir, pihak manajemn Garuda juga diduga memalsukan surat penugasan Pollycarpus, seorang pilot Garuda.
*3 Mar 2005 TPF menemui Presiden SBY untuk melaporkan perkembangan kasus Munir. TPF menemukan adanya indikasi konspirasi dalam kasus kematian pejuang hak asasi manusia (HAM) Munir. Ketua TPF Kasus Munir, Brigjen (Pol) Marsudi Hanafi TPF menyatakan terdapat indikasi kuat bahwa kematian Munir adalah kejahatan konspiratif dan bukan perorangan, di mana di dalamnya terlibat oknum PT Garuda Indonesia dan pejabat direksi PT Garuda Indonesia baik langsung maupun tidak langsung.
*4 Mar 2005 Kapolri, Da'I Bachtiar mendukung temuan TPF kasus Munir yang menyatakan direksi PT Garuda terlibat dalam pembunuhan Munir.
*7 Mar 2005 Tim Investigasi DPR berpendapat Pollycarpus banyak berbohong dalam pertemuannya di DPR.
*8 Mar 2005 Sejumlah organisasi HAM Indonesia akan membawa kasus Munir ke Komisi HAM PBB dalam sidangnya yang ke-16 di Jenewa, Swiss 14 Maret-22 April 2005 mengingat Munir sudah menjadi tokoh HAM internasional.
*10 Mar 2005 Pollycarpus tidak memenuhi panggilan I Mabes Polri dengan alasan sakit.
*12 Mar 2005 Brigjen Pol Marsudi Hanafi (KetuaTPF) mengeluarkan pernyataan yang menyayangkan lambannya kerja tim Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dalam mengusut kasus kematian Munir.
*14 Mar 2005 Penyidik dari Bareskrim Polri memeriksa Pollycarpus selama 13 jam lebih dengan lie detector.
*15 Mar 2005 Polri kembali memeriksa Pollycarpus. TPF merekomendasikan 6 calon tersangka, 4 dari lingkungan PT Garuda.
*16 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah adanya keterlibatan anggota BIN dalam pembunuhan Munir.
*18 Mar 2005 Pollycarpus resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan Mabes Polri.
*23 Mar 2005 Suciwati memberikan kesaksian di hadapan siding Komisi HAM PBB di Jenewa.
*26 Mar 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah bahwa Pollycarpus adalah anggota BIN.
*28 Mar 2005 Presiden SBY memperpanjang masa kerja TPF hingga 23 Juni 2005. Jaksa Agung, Abdurahman Saleh telah mengirim surat ke pemerintah Belanda yang menjamin tidak akan memvonis hukuman mati bagi terpidana kasus Munir. Surat ini dibuat agar pemerintah Belanda bersedia memberika data hasil forensik.
*5 Apr 2005 Polri menetapkan dua kru Garuda -Oedi Irianto (kru pantry) dan Yeti Susmiarti (pramugari)- menjadi tersangka kasus Munir. Mereka adalah kru kabin selama penerbangan Garuda Jakarta-Singapura di kelas bisnis, tempat Munir duduk.
*6 Apr 2005 Dalam siaran persnya, Suciwati menyatakan mendapat dukungan dari komunitas internasional, termasuk Ketua Komisi HAM PBB, Makarim Wibisono selama kunjungan kampanyenya di Eropa. Setelah gagal dua kali, akhirnya TPF berhasil bertemu dengan jajaran tinggi BIN. Hasil kesepakatannya adalah TPF-BIN akan bentuk tim khusus. Usman Hamid (TPF) mempertanyakan polisi yang tidak memeriksa sebagian nama yang telah direkomendasikan TPF dan mempertanyakan penetapan dua tersangka baru.
*7 Apr 2005 Tiga Deputi BIN diikutsertakan dalam kerja TPF.Ketua TPF, Marsudhi Hanafi mengusulkan agar penyidik menjadikan Vice-President Security AviationGaruda, Ramelgia Anwar sebagai tersangka.
*8 Apr 2005 Lima orang karyawan Garuda diperiksa oleh penyidik Direktorat Kriminal Umum dan Transnasional Polri. Kelimannya adalah Indra Setiawan (mantan Dirut Garuda), Ramelgia Anwar (Vice-President Security AviationGaruda), Rohainil Aini (Chief Secretary Pilot Airbus 330), Carmel Sembiring (Chief Pilot Airbus 330), dan Hermawan (Staf Jadwal Penerbangan Garuda). Pada pemeriksaan tersebut dibahas soal surat penugasan Polllycarpus yang banyak kejanggalannya.
*11 Apr 2005 Mantan Sekretaris Utama (Sesma) BIN, Nurhadi menolak hadir dalam pemeriksaan TPF. Nurhadi meminta pertemuannya di kantor BIN. Ini merupakan penolakkan kedua kalinya. Nurhadi diduga mengangkat Pollycarpus sebagai agen utama BIN. Syamsir membantah adanya surat pengangkatan Pollycarpus sebagai anggota BIN (Skep Ka BIN No.113/2/2002). Saat ini Nurhadi merupakan Dubes RI untuk Nigeria. Namun ia mengakui masih sebagai anggota BIN. Penyidik Polri memeriksa Brahmani Astawati (pramugari Garuda), Sabur Taufik (pilot Garuda GA 974, rute Jakarta-Singapura), Eva Yulianti Abbas (pramugari), dan Triwiryasmadi (awak kabin).
*15 Apr 2005 Penyidik Mabes Polri memeriksa dua orang warga negara Belanda yang duduk di sebelah Munir.
*19 Apr 2005 TPF menolak permintaan BIN ajukan pertanyaan secara tertulis kepada anggota BIN.
*21 Apr 2005 Nurhadi menolak pemeriksaan untuk ketiga kalinya.
*27 Apr 2005 Dalam Siaran Persnya Nurhadi menegaskan tidak akan memenuhi panggilan TPF dengan alasan tidak ada dasar hukum. Nurhadi juga membantah mengenal dan mengangkat Pollycarpus sebagai anggota BIN.
*28 Apr 2005 Deplu menunda keberangkatan Nurhadi ke Nigeria.
*29 Apr 2005 Kapolri Da'I Bachtiar meminta Nurhadi penuhi panggilan TPF. Polri memeriksa Tia Dewi Ambari, pramugari Garuda GA 974 rute Singapura- Amsterdam yang melihat Munir mengalami kesakitan sesaat sebelum pesawatnya lepas landas dari Bandara Changi, Singapura.
*30 Apr 2005 Lewat Sudi Silalahi -Sekretaris Kabinet- Presiden SBY minta Nurhadi memberikan keterangan kepada TPF.
*2 Mei 2005 Protokol kerjasama TPF-BIN ditandatangani. Protokol ini diharapkan bisa mempermudah kerja TPF dalam meminta keterangan para anggota dan mantan anggota BIN.
*3 Mei 2005 Kuasa hukum Nurhadi, Sudjono menyatakan kliennya akan tidak memenuhi panggilan TPF karena isi protokol tidak sejalan dengan mandat Keppres pembentukan TPF. Sejumlah anggota DPR Komisi Pertahanan dan Luar Negeri meminta Nurhadi untuk kooperatif. DPR mengancam akan meninjau ulang posisi Nurhadi sebagai Dubes Nigeria. TPF mengancam Nurhadi akan dilaporkan ke Presiden jika tetap menolak panggilan TPF.
*4 Mei 2005 Suciwati, istri Munir mendapat ancaman teror lewat surat yang dikirim ke kantor KontraS.
*6 Mei 2005 Penyidik Polri mengkonfrontasikan kesaksian Brahmanie Hastawati -awak kabin Garuda- dengan Lie Fonny -saksi penumpang dari Belanda- soal Pollycarpus. Brahmanie mengaku melihat Pollycarpus berbincang-bincang dengan Lie Fonny sedangkan Lie Fonny membantah keterangan tersebut.
*9 Mei 2005 TPF akhirnya memeriksa Nurhadi selama 2 jam dengan sekitar 20 pertanyaan. Dari hasil pemeriksaan, TPF makin yakiin bahwa BIN terlibat pembunuhan Munir.
*11 Mei 2005 TPF melaporkan kerjanya ke Presiden SBY. Menurut Presiden SBY kerja TPF belum memuaskan. Untuk itu Presiden SBY akan memimpin langsung pembicaraan antara TPF, Polri, dan IN. Presiden SBY kemudian memanggil 3 menteri ke istana untuk merespon laporan TPF. Mereka adalah Menko Polhukam, Widodo AS, Menkumham, Hamid Awaluddin, dan Jaksa Agung Abdulrahman Saleh. Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa Nurhadi Djazuli terkait kasus Munir.
*12 Mei 2005 TPF memeriksa dokumen BIN di kantornya terkait dengan pemeriksaan Nurhadi. TPF juga memeriksa Kolonel Sumarmo, Kepala Biro Umum BIN di kantornya. TPF memandang Sumarmo tidak kooperatif selama pemeriksaan.
*13 Mei 2005 Ketua TPF, Marsudhi Hanafi berencana akan memeriksa Muchdi PR -mantan Deputi V BIN Bidang Penggalangan dan Propaganda- dalam waktu dekat.
*16 Mei 2005 Penahanan Pollycarpus diperpanjang 30 hari lagi. TPF memeriksa satu lagi anggota BIN secara tertutup dan identitasnya dirahasiakan. Muchdi PR datang ke Mabes Polri untuk memberikan keterangan kepada penyidik Polri terkait kasus Munir. Polri tidak merinci hasil pemeriksaannya kepada wartawan.
*17 Mei 2005 Garuda menskors karyawannya terkait pemeriksaan Polri dan TPF. TPF bertemu kembali dengan Presiden SBY -didampingi Jaksa Agung Abdurrahman Saleh, Kapolri Da'I Bachtiar, dan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. Kali ini TPF melaporkan adanya kontrak berkali-kali antara Pollycarpus dengan pejabat BIN, yaitu Muchdi PR antara September-Oktober 2004. Nurhadi kembali diperiksa oleh TPF.
*19 Mei 2005 KontraS mendapat teror terkait dengan kasus Munir. TPF mulai berencana memanggil mantan Kepala BIN, Hendropriyono.TPF bertemu dengan Tim Munir DPR di Gedung MPR/DPR. Dalam pertemuan itu TPF melaporkan bahwa kerja mereka dihambat oleh BIN.
*20 Mei 2005 Kepala BIN, Syamsir Siregar membantah menghambat kerja BIN. Syamsir juga meragukan temuan TPF. Syamsir juga menyatakan kontak telepon antara Pollycarpus dengan Muchdi PR belum tentu soal Munir.
*24 Mei 2005 TPF mempertanyakan artikel yang dibuat Hendropriyono di The Jakarta Post dan The Strait Times yang isinya merupakan klarifikasi Hendropriyono untuk tidak akan menolak panggilan TPF. Dalam artikel tersebut Hendropriyono membantah keterlibatan BIN dalam kasus Munir. DPR mendukung pemanggilan Hendropriyono oleh TPF.
*25 Mei 2005 Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komisaris Jendral Pol Suyitno Landung menyatakan akan memanggil anggota aktif Kopassus, Kolonel Bambang Irawan terkait kasus Munir. Menurut seorang sumber Bambang Irawan pernah latihan menembak bersama dengan Pollycarpus. Kapolri berjanji akan tindak lanjuti temuan TPF.
*29 Mei 2005 Hendropriyono mengadukan dua anggota TPF -Usman Hamid dan Rachland Nashidik- ke Polri dengan tuduhan melakukan pencemaran nama baik.
*30 Mei 2005 TPF mempercepat pemanggilan terhadap Hendropriyono, dari tanggal 10 Juni menjadi 6 Juni 2005.Hendropriyono mengadu ke DPR terkait masalahnya dengan TPF.
*31 Mei 2005 Kapolri Da'I Bachtiar berjanji akan serius menyelesaikan kasus Munir. TPF mempertanyakan Polri terhadap rekomendasi yang belum ditindaklanjuti; digelarnya rekonstruksi, pemeriksaan marathon terhadap beberapa eksekutif TP Garuda, dan pemeriksaan terhadap operator kamera pemantau (CCTV) Bandara Soekarno-Hatta.
*1 Jun 2005 Beberapa LSM mengecam sikap Hendropriyono yang melecehkan TPF. Hendropriyono dalam sebuah wawancara di Metro TV (31 Mei 2005), menyatakan TPF sebagai "hantu blau" dan "tidak professional". TPF gagal periksa dua pejabat BIN -Nurhadi dan Suparto- setelah mereka menolakdengan alasan tidak setuju dengan lokasi pertemuan.
*2 Jun 2005 TPF Munir memeriksa dua awak kabin Garuda, Oedi Irianto dan Yeti Susmiarti.
*3 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR.
*6 Jun 2005 Hendropriyono tidak memenuhi panggilan TPF. Alasannya pemanggilan dirinya tidak didasari oleh protokol TPF-BIN.
*7 Jun 2005 Tim penyidik Mabes Polri memeriksa kembali Indra Setiawan, mantan Dirut PT Garuda. Kepala BIN, Syamsir Siregar meminta Hendropriyono untuk datang memenuhi panggilan TPF. TPF menjadwalkan lagi pertemuan dengan Hendropriyono pada tanggal 9 Juni 2005, kali ini sesuai dengan protokol TPF-BIN.
*8 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Muchdi PR untuk kedua kalinya.
*9 Jun 2005 TPF gagal memeriksa Hendropriyono untuk kedua kalinya.
*13 Jun 2005 Hendropriyono, lewat kuasa hukumnya, Syamsu Djalal menyatakan tidak akan memenuhi panggilan TPF.Penyidik Mabes Polri menyerahkan berkas perkara Pollycarpus ke Kejaksaan Tinggi DKI. TPF menyatakan bahwa kasus Munir merupakan pembunuhan konspiratif.
*14 Jun 2005 Hendropriyono mendesak Polda Metro Jaya untuk segera menuntaskan kasus pencemaran nama baiknya. TPF temukan dokumen 4 skenario pembunuhan Munir.
*15 Jun 2005 BIN mengaku tidak mengetahui adanya dokumen 4 skenario pembunuhan Munir. BIN secara institusional menyurati Hendropriyono untuk memenuhi panggilan TPF. Mabes Polri berjanji akan menindaklanjuti temuan TPF tentang 4 skenario pembunuhan Munir.
*16 Jun 2005 Hendropriyono melewati batas waktu pemanggilan TPF. TPF memutuskan tidak akan memanggil Hendropriyono lagi. Hendropriyono telah menolak 3 kali panggilan TPF.
*17 Jun 2005 TPF bertemu secara tertutup dengan DPR. Salah satu persoalan yang disampaikan TPF adalah anggarannya yang belum turun. Tim Munir DPR juga berjanji akan memfasilitasi pertemuan antara TPF dengan Hendropriyono.Penyidik Mabes Polri mengaku sudah memeriksa Hendropriyono terkait dengan kasus Munir. Pemeriksaan ini diduga dilakukan secara diam-diam.
*19 Jun 2005 Presiden SBY mengaku kecewa kepada Hendropriyono yang menolak panggilan TPF.
*20 Jun 2005 Hendropriyono bertemu dengan Tim Munir DPR.
*21 Jun 2005 TPF Munir menolak undangan DPR untuk dipertemukan dengan Hendropriyono. Unjuk rasa dilakukan di depan Istana Merdeka untuk meminta penuntasan kasus Munir.
*22 Jun 2005 TPF menyelesaikan laporan akhirnya untuk diserahkan kepada Presiden SBY. TPF berjanji dalam laporannya akan menyebutkan nama-nama yang terlibat dalam pembunuhan Munir.
*23 Jun 2005 Rekonstruksi kasus kematian Munir dilakukan.
*24 Jun 2005 TPF menyerahkan laporannya kepada Presiden SBY. Beberapa rekomendasi diajukan TPF seperti membentuk tim penyidik baru dan pembentukan komisi khusus baru Presiden SBY berjanji akan mengawal kasus Munir hingga selesai. Hendropriyono mengadu ke Dewan Pers karena merasa dirinya mengalami trial by the press pada kasus Munir. DPR mendesak Polri dan kejaksaan untuk memeriksa ulang mantan pejabat BIN.
*27 Jun 2005 Brigjen Pol Marsudhi -mantan ketua TPF- ditunjuk menjadi ketua tim penyidik Polri yang baru untuk kasus Munir. Laporan TPF didistribusikan ke pejabat terkait oleh Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi. Mereka adalah Jaksa Agung, Kapolri, Kepala BIN, Panglima TNI, dan Menteri Hukum dan HAM.
*28 Jun 2005 Mabes Polri mengerahkan 30 penyidik untuk tuntaskan kasus Munir pasca TPF. Mereka berasal dari Badan Reserse Kriminal, Interpol Polri, dan Polda Metro Jaya.
*13 Jul 2005 Laporan TPF belum juga diumumkan kepada publik oleh Presiden SBY. Pollycarpus jadi tahanan Kejaksaan Tinggi DKI.
*18 Jul 2005 Suciwati bertemu Kapolri Jendral (Pol) Sutanto dan menyatakan kekecewaannya atas lambannya proses penyidikan Polri.
*20 Jul 2005 Menko Politik, Hukum, dan Keamanan, Widodo AS menyatakan seluruh temuan TPF untuk keperluan penyelidikan, penyelidikan, dan penuntutan.
*21 Jul 2005 Juru Bicara Kepresidenan, Andi Mallarangeng menyatakan tidak ada keharusan bagi Presiden untuk mengumumkan tindak lanjut TPF. Dia juga menyatakan bahwa penanganan kasus Munir akan dilanjutkan lewat mekanisme biasa.
*26 Jul 2005 Parlemen Uni Eropa mempertanyakan lambannya perkembangan kasus Munir dalam kunjungannya ke Komisi I DPR.
*29 Jul 2005 Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menetapkan 5 majelis hakim untuk menangani kasus Munir dengan tersangka Pollycarpus. Mereka adalah Cicut Sutiyarso (ketua), Sugito, Liliek Mulyadi, Agus Subroto, dan Ridwan Mansyur. Kapolri Jendral (Pol) Sutanto menyatakan tetap akan melakukan upaya penyidikan.
*1 Ags 2005 Anggota DPR, Lukman Hakim Saifuddin meminta Presiden SBY untuk mengumumkan temuan TPF.
*9 Ags 2005 Pengadilan untuk kasus Munir dengan terdakwa Pollycarpus mulai digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pollycarpus didakwa melakukan pembunuhan berencana dan diancam hukuman mati. Motif Pollycarpus dalam membunuh Munir adalah demi menegakkan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) karena Munir banyak mengkritik pemerintah.
Dakwaan ini dipertanyakan banyak kalangan karena tidak mengikuti temuan TPF yang menyatakan pembunuhan Munir sebagai kejahatan konspiratif. Dengan dakwaan ini maka Pollycarpus dianggap sebagai pelaku utama pembunuhan Munir. Mantan anggota TPF, Usman Hamid dan Rachland Nashidik ditetapkan Polri sebagai tersangka pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan, dan fitnah melalui tulisan terhadap Hendropriyono.
*11 Ags 2005 Polisi menangkap lagi seorang tersangka kasus pembunuhan Munir. Orang itu adalah Ery Bunyamin, penumpang ke-15 di kelas bisnis.
*12 Ags 2005 Polisi untuk sementara hanya menetapkan Ery Bunyamin sebagai tersangka pemalsu dokumen.
*17 Ags 2005 Sidang Pollycarpus II. Pembela Pollycarpus, Moh Assegaf dalam eksepsinya menyatakan bahwa dakwaan JPU tidak lengkap, tidak cermat, dan prematur.
*23 Ags 2005 Sidang Pollycarpus III. JPU, Domu P Sihite (juga mantan anggota TPF) meminta majelis hakim untuk menolak eksepsi (nota keberatan) yang diajukan terdakwa Pollycarpus.
*30 Ags 2005 Sidang Pollycarpus IV. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi tim penasihat hukum Pollycarpus. Dengan demikian siding terus dilanjutkan.
*6 Sep 2005 Sidang Pollycarpus V. Suciwati (istri Munir) memberikan kesaksian seputar upaya Pollycarpus untuk mengontak Munir sebelum keberangkatannya ke Belanda. Saksi kedua adalah Indra Setiawan (mantan Dirut PT Garuda). Kesaksian Indra seputar penugasan Pollycarpus sebagai extra crew pada penerbangan Jakarta-Singapura. Indra Setiawan hanya mengakui adanya kesalahan administrative dalam penugasan kerja Pollycarpus.
*7 Sep 2005 Satu tahun persis Munir dibunuh. Peringatan untuk satu tahun kasus Munir diperingati di berbagai kota di Indonesia; di Jakarta (di depan kantor BIN), Makasar, Semarang, dll. Aksi keprihatinan juga dilakukan di Belanda oleh berbagai kelompok aktivis mahasiswa, NGO, dan anggota parlemen Belanda. DPR lewat Slamet Effendy Yusuf menyatakan kecewa atas hasil kerja tim penyidik kasus Munir yang tidak mampu mengungkap keberadaan dalang pelakunya.
*13 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VI. Ramelgia Anwar (mantan Vice President Corporate Security PT Garuda) memberikan kesaksian bahwa dia tidak pernah meminta penugasan Pollycarpus sebagai extra crew kepada Indra Setiawan. Hakim kemudian mengkonfrontasikan perbedaan keterangan antara Ramelgia Anwar dengan Indra Setiawan.
*20 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VII. Pemeriksaan terhadap Rohainil Aini (sekretaris Chief Pilot Airbus) dan Karmel Sembiring (Chief Pilot Airbus). Mereka menyatakan bahwa Pollycarpus sendiri yang meminta jadi extra crew pada penerbangan GA 974 Jakarta- Singapura. Perubahan jadwal tersebut tidak diketahui atasan.
*27 Sep 2005 Sidang Pollycarpus VIII. Pemeriksaan terhadap Eddy Santoso dan Akhirina. Keduanya bagian administrasi penjadwalan. Mereka menyatakan bahwa Pollycarpus tidak dijadwalkan berangkat ke Singapura.
*4 Okt 2005 Sidang Pollycarpus IX. Pemeriksaan terhadap Hermawan (Crew Tracking), Sabur Muhammad Taufiq (Kapten Pilot GA 974 Jakarta-Singapura), dan Alex Maneklarang.(keuangan Garuda). Pilot Sabur mengaku tidak tahu apapun soal penugasan Pollycarpus. Perpindahan tempat duduk Munir juga tanpa sepengetahuan Sabur. Munir mendapat penghargaan "Civil Courage Prize 2005 " dari Yayasan Northcote Parkinson Fund. Penghargaan tersebut juga diberikan kepada Min Ko Naing (aktivis oposisi Myanmar), dan Anna Politkovskaya (jurnalis Rusia).
*5 Okt 2005 Suciwati, istri Munir mendapat penghargaan dari Time Asia Magazine sebagai salah satu Asia's Heroes tahun ini.
*11 Okt 2005 Sidang Pollycarpus X. Pemeriksaan terhadap saksi Brahmanie Hastawati (purser GA 974) dan Oedi Irianto (pramugara). Mereka bersaksi beberapa kali Pollycarpus menghubungi mereka via telepon untuk menyamakan soal persepsi soal penerbangan GA 974.
*18 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XI. Pemeriksaan terhadap Tri Wiryasmadi (pramugara), Pantun Mathondang (kapten pilot GA 974 Singapura-Amsterdam) dan Yeti Susmiarti (pramugari). Mereka bersaksi bahwa Pollycarpus selama penerbangan jarang di tempat duduk.
*21 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XII. Pemeriksaan terhadap Tia Ambari (Pramugari), Majib Nasution (Purser), dan Bondan (Pramugara). Kesaksian mereka menerangkan bahwa Munir mulai kesakitan sesaat setelah lepas landas dari Changi, Singapura.
*25 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIII. Pemeriksaan terhadap DR. Tarmizi Hakim (dokter yang duduk dekat Munir), Asep Rohman (Pramugara), Sri Suharni (Pramugari), dan Dwi Purwati Titi (Pramugari). Kesaksian hanya menerangkan bahwa Munir muntah-muntah sebelum meninggal. Menurut DR Tarmizi kematian Munir memang tidak wajar.
28 Okt 2005 Sidang Pollycarpus XIV. Kesaksian dari Addy Quresman (Puslabfor Mabes Polri). Ia mengafirmasi temuan Tim Forensik Belanda (NFI) bahwa Munir meninggal karena racun arsenik.
*9 Nov 2005 68 anggota Konggres AS mengirimkan surat kepada Presiden SBY agar segera mempublikasikan laporan TPF. Para anggota Konggres AS tersebut mempertanyakan keserius pemerintah RI dalam menuntaskan kasus Munir.
*10 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XV. Pemeriksaan terhadap ahli racun (Ridla Bakri) dan ahli forensic (Budi Sampurna). Ridla memprediksi arsen yang masuk ke Munir lewat makanan atau minuman. Sementara menurut Budi Sampurna arsen tidak mungkin diberikan di Jakarta.
*11 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVI. Pemeriksaan terhadap Choirul Anam, rekan Munir. Saksi menyatakan sebelum ke Belanda, Munir sering dikontak oleh BIN.
*15 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVII. Sidang ditunda karena tidak ada saksi yang hadir. Seharusnya yang hadir adalah Nurhadi Djazuli (mantan sekretaris utama BIN, sekarang Dubes RI
untuk Nigeria) dan Muchdi PR (mantan Deputi V BIN).
*16 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XVIII. Pemeriksaa terhadap Chairul Huda, ahli hukum pidana. Menurutnya surat tugas Pollycarpus sebagai extra crew merupakan surat palsu.
*17 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XIX. Pemeriksaan kali ini mendengarkan kesaksian Muchdi PR (mantan Deputi V BIN). Dia menyangkal punya hubungan dengan Pollycarpus. Soal hubungan melalui telepon genggam mereka, Muchdi berkata telepon genggamnya bisa dipinjamkan kepada siapa saja.
Pembacaan BAP saksi-saksi yang tidak bisa hadiR, Nurhadi Djazuli, Agustinus Krismato, Hian Tian alias Eni, Lie Khie Ngian, Lie Fon Nie, Meha Bob Hussain. Sebelum sidang terjadi aksi pemukulan oleh sekelompok preman terhadap para aktivis Kontras yang menggelar mimbar bebas.
*18 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XX. Pemeriksaan terhadap kesaksian terdakwa Pollycarpus. Pollycarpus mengatakan tidak pernah mengontak Munir sebelum penerbangan dan sebenarnya hanya basa basi memberikan kursi di kelas bisnis.
*28 Nov 2005 Sidang Pollycarpus XXI. Sidang ditunda karena tim JPU tidak hadir. Seharusnya sidang membacakan tuntutan terhadap Pollycarpus.
*1 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXII. JPU menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Pollycarpus.
*12 Des 2005 Sidang Pollycarpus XXIII. Pollycarpus membacakan pledoinya dan menyatakan tidak bersalah. Kepala Bidang Penerangan Umum Polri, Kombes Bambang Kuncoko menyatakan polisihanya menunggu hasil persidangan Pollycarpus. Jika tidak ditemukan bukti baru, maka penyidikan tidak akan dilanjutkan.
PEMBUNUHAN MAHASISWA INDONESIA di NTU SINGAPURA
DAVID HARYANTO
Sketsa 18 Maret 2009
— Pertemuan saya dengan ayah David, Hartono Wijaya, hari ini mengindikasikan kuat pembunuhan. Riset David setelah terus saya verifikasi menajam; indikasi “rebutan” hak penemuan ” komponen” obyek 3 dimensi yang bisa tayang di udara, bisa juga berguna bagi televisi masa depan yang dapat ditonton kasat mata, tanpa kacamata khusus, laksana riset yang pernah dilakukan Lucas Art & Co. Inilah Sketsa ke-3 sebagai seorang literary citizen reporter, indikasi tentang kasus pembunuhan anak jenius, aset bangsa seharusnya.
SOSOK Hartono Wijaya berkacamata berkemeja lengen pendek bergaris biru berpantolan biru tua. Alur benang celana bagian pisak depannya melicin. Ada goresan seterikaan. Sepatu hitamnya bertelapak tipis. Penampilannya sederhana saat saya temui. Hartono adalah ayah kandung David Hartanto, mahasiswa Indonesia yang tewas di kampusnya di Nanyang Technology University (NTU), Singapura, pada 2 Maret 2009 lalu.
“They want to kill me, they want to … kill me … they … “
Di menjelang ajal itu, David berteriak-teriak, “They want to kill me,” lalu lari terbirit-birit, di lantai tempat ia berkonsultasi dengan dosen pembimbing skripsinya, Prof., DR. Chan Yan Loek, 45 tahun, di jurusan Electrical Engineering.
Tak ada bala bantuan. David ketakutan. Bayangan kematian di depan mata. Malaikat maut seakan menabal ajal. Kampus bergengsi di pagi cerah mulai ramai namun sepai.
Di 2 Maret 2009, sekitar pukul 10 waktu Singapura, suasana senyap, ternyata telah mengantar tubuh David yang semula segar bugar lalu kelengar. Indikasi lehernya ditebas, lalu badannya dibuang, dijatuhkan dari lantai empat kampus, tempat segala ilmu dan kelimuan yang mengdepankan integritas itu terjadi.
Seorang wanita, pekerja di NTU melihat sosok David lari terbirit-birit. Ia mendengar jelas suara, “They wanto to kill me… ’´ Tetapi ia tak menyangka sebuah permintaan tolong melolong. Ia mengira, agaknya, hanya sebuah adegan bercanda.
Wanita itu menceritakan detik mencekam itu kepada Hartono Wijaya, pada 2 Maret 2009 petang di Singapura, di saat sosoknya berkunjung ke kampus NTU. “Jika saya sebutkan nama wanita itu kepada Anda, akan dibunuh pula wanita itu kini,” ujar Hartono.
Indikasinya leher David ditebas pisau. Darah berceceran di tangga, sebagaimana foto tetesan darah yang sedang dibersihkan yang telah dikirim oleh seorang blogger di Singapura kepada saya. Foto itu kini juga beredar di internet, Facebook, dan menjadi potongan video visual yang dibuat oleh Christovita Wiloto.
Kalimat David lari terbirit-birit dengan nada ketakutan itu diceritakan Hartono dengan mata berkaca-kaca. Saya lalu meminta tolong ayah David ini mendeskripsikan jasad anaknya ketika pertama kali melihat.
Ditemani oleh pihak Kedutaan Indonesia di Singapura pada sore, 2 Maret 2009, oleh pihak kepolisian ia tak diperbolehkan melihat jasad David. Alasannya masih dalam otopsi.
“Keesokan harinya saya kembali. Anak saya badannya dililit plastik, dibalut macam mumi plastik bening. Tetapi saya melihat lehernya diplester, ada tiga baris plester.” Demikian paparan Hartono kepada saya.
Saya berjumpa Hartono di sela-sela diskusi yang diadakan oleh Christivita Wiloto, Selasa, 17 Maret 2009, pukul 13.30. Chris membuat pertemuan diskusi sekalian memberikan penghargaan kepada penulis resensi bukunya, Behind Indonesia Headlines, dalam sebuah diskusi bertopik Membangun Citra Positif Indonesia Melalui Pemberitaan Media. “Mengapa media di Indonesia hanya mengutip saja keterangan media di Singapura, bahwa David memutus nadi, melompat bunuh diri,” ujar Christovita membuka diskusi.
Bisa saya maklumi Hartono enggan menyebut wanita saksi mata itu. Toh, empat hari setelah kematian David, sosok Zhou Zheng, peneliti, yang di saat hari kematian David turut hadir di ruangan Prof Chap Yan Loek, mati gantung diri.
Christovita membuat sebuah film presentasi bahan yang dikumpulkan di forum Straits Time. Kumpulan foto kematian David; deretan kejanggalan, seperti dua tulisan saya sebelumnya, sudah beredar di banyak milis, blog , di Facebook, kini.
Di tanggal 3 Maret, kedua orang tua David di Singapura, diminta membuat keputusan cepat, mengkremasi jasad atau membawa pulang ke Indonesia. “Entah mengapa kala itu, dalam keadaan kalut kami memutuskan mengizinkan kremasi,” kenang Hartono. Matanya berkaca. Seakan ada penyesalan di sana.
Pertanyaannya lalu, mengapa David dipatheni?
SAYA teringat akan pergumulan saya di dunia visual.
Sejak berhenti jadi wartawan di Majalah SWA pada 1989, saya kemudian membuka usaha sendiri, mulai dari graphic design hingga visual animasi. Bahkan pada 1993, saya memutuskan penuh berusaha bergerak di bidang animasi. Hingga 1996, usaha saya tutup, setelah menginvestasikan uang Rp 1,2 miliar, sebuah angka besar bagi saya - - karena diperoleh dari usaha sendiri dari nol. Saya membuat animasi 2D wayang, 3D wayang.
Dalam pergulatan yang membawa kerugian uang itu, mengantarkan saya kepada pengetahun piranti lunak dan kemampuan visual. Saya mengenal yang namanya aplikasi software animasi 3D; mulai dari Soft Image 3D, 2D, Toon, 3D Studio Max.
Hardware mulai dari high end komputer Silicon Graphic yang dipakai untuk menjalankan aplikasi editing macam Inferno - - dulu di Jakarta dimiliki pertama oleh Post Office, perusahan post production (rumah paska produksi) milik Peter F. Gontha.
Pada 1997-1998, saya sempat pula bekerja di VHQ,rumah paska produksi visual milik Eric Lomas, orang Australia, warga Singapura. Ia juga berpartner dengan Media Development Authority (MDA) semacam BUMN-nya Singapura. Melalui MDA inilah, antara lain pemerintah Singapura memberi kemudahan Disney, bahkan Lucas Film membuka usahanya di Singapura, termasuk memberi iming-iming tax free
Lucas Art & Co, pernah melakukan riset tentang teknologi tiga dimensi (3D) visual untuk kepentingan iklan, yang mampu tampil di udara. Itu artinya, software animasi 3D, sederhananya, yang semula hanya bisa membuat model dan tayang di komputer atau cuma direkam ke format film dan video, lalu bisa ditayang di udara.
“Seingat saya pada 2006 Lucas Art & Co, sudah pernah mempublikasikan rencana riset mereka soal itu, ” ujar Vidiyama Sonnekh, praktisi teknologi informasi di Jakarta.
“Semacam hologram tiga dimensi yang bisa hidup di udara.”
“Dulu kami pernah mau menawarkan teknologi itu sebagai suplier ke kelompok usaha Djarum yang sedang membangun Grand Indonesia. Cuma, kala itu masih mahal, proyektornya saja satu US $ 20 juta,” kata Vidiyama.
Nah harga mahal itu pastilah berkait ke riset panjang dan mahal. “Nah jika ada mahasiswa yang melakukan riset dan menemukan teknologi yang lebih murah, logikanya, bisa merugikan industri?” ujar Vidi.
Judul penelitian David Hartanto: “
Multiview acquisition from multi-camera configuration for person adaptive 3D display 3D Rekonstruski Dari CCTV, Syarat Utama Pendukung Intelligent Video Surveillance System.”
Dari latar pemahaman animasi dan software, latar bekerja di perusahaan post, lalu mengetahui riset Lucas Art dari Vidiyama, serta membaca judul skripsi David, plus mendapatkan email dari blogger di Singapura, juga mengakuan sosok gadis bernama Angel, mahasiswi yunior David di NTU, maka saya menduga, bahwa penemuan David adalah: Kemampuan membuat gambar visual tiga dimensi yang bisa tayang ke udara, khusus untuk teknologi intelijen, di mana sosok orang digital bisa diprogram masuk ke ruang tertentu dipantau melalui kamera CCTV, gerakannya dipandu pemindai gerak (motion capture); dapat mengirim data, suara, layaknya manusia benaran yang sedang kita perintah bekarja.
Jika benar demikian, hebat. bukan.
Jika benar itu yang ditemukan, menurut Vidi, implementasinya bisa macam-macam. “Kita bisa saja mengganti resepsionis di kantor dengan orang 3D, bukan manusia utuh,” ujar Vidi.
Saya lalu menghayal membayangkan teknologi hologram dalam film Star Trek, yang kini memang mulai banyak dilakukan riset visualnya oleh Amerika Serikat. Riset itu juga berupaya mengembangkan televisi masa depan, antara lain agar publik dapat menonton teve tiga dimensi di udara tanpa lagi menggunakan kacamata khusus.
Ketika di risetnya 70%, sesuai penuturan Angel, sebagaimana sudah saya tulis di Sketsa saya kedua soal David, profesor-nya tidak yakin David mampu. “Jika kamu bisa, kamu akan dapat Nobel,” ujar Angel, mengutip David. Gadis itu penasaran atas kesibukan David selama dua pekan menyelesaikan tugas akhir yang tak mau diganggu. Ia lalu menmgunjungi David dan mendapatkan keterangan demikian.
Pada pagi sebelum berangkat ke kampus, David sudah memeindahkan data skripsinya ke flash-disk. Juga mebawa note book-nya dalam ransel, plus bekal minuman air putih dalam botol besar.
“Sesuai dengan info kawan-kawanya di Singapura yang saya terima, hari itu skripsinya sudah samapi 90% final,” ujar Hartono Wijaya, sang ayah.
Malang tak dapat diduga, kampus yang seharusnya menjadi wadah para ilmuwan yang berdedikasi kepada keilmuan dan kejujuran, sebaliknya justeru kini meninggalkan tanda tanya besar. Jika indikasi pembunuhan memang kini menguat, riset jitu anak penggemar game dan visual itu pun diduga kuat sesuatu yang sangat berarti.
Pertanyaaan, mengapa David harus mati?
Hingga di sini adalah tugas jurnalisme perlu melakukan verifikasi terus-menerus menjadi penting. “Saya sangat menyayangkan mengapa KBRI kita di Singapura diam saja. Tidak bersuara?” ujar Constant Marino Ponggawa, anggota komisi I DPR RI, 2004-2009.
Ketika saya desak dengan pertanyaan, mengapa DPR tak menekan pemerintah RI menyampaikan tekanan penyidikan tuntas terhadap pemerintah Singapura?
“Ini waktunya sedang tak pas. DPR sedang reses.” kata Constant. Constant tak habis pikir, mengapa pemerintah diam, “Apa ini karena sosok yang tewas kalangan minoritas?”
Bila saya menjawab Constant, maka dengan berat hati saya tuliskan kembali bahwa penghargaan negara terhadap nyawa memang rendah-rendah saja. Saya mengulang menuliskan bahwa tiga pekan lalu seorang wanita bernama Devi, di Pamulang, Banten, koma usai diperkosa, rumah sakit tidak bisa menerima karena tak ada identitas dan kartu miskin, dirawat sekenanya di pos ronda lima hari oleh warga, lalu mati begitu saja.
Negara?
Entah di mana!
Di banyak kasus menimpa TKI kita di luar negeri, dilecehkan, dihamili bahkan mati, sebagaimana dipaparkan Christivita Wiloto, negara juga seakan entah di mana?
Makanya jika seorang anak pandai, brilian pula otaknya, lalu kemudian dibunuh, dan opini media sedunia dibangun bahwa, anak mahasiswa Indonesia penusuk dosen?
Pembunuh!
“Maka celakalah kita,” ujar Christovita.
Di saat anggota DPR reses, di saat pejabat pemerintahan bercuti lalu berkampanye, di saat para Caleg menghitung kocek, kematian satu nyawa, bisa jadi terlupakan lagi oleh pengelola negara. Padahal di kematian David, bisa jadi sesungguhnya menyangkut nama besar bangsa diindikasikan dirusak, sekaligus “dihina”. Sudah sejak lama anak-anak pintar negeri ini diimingi bea siswa, lalu setelah tamat otaknya guna membangun bangsa orang.
Inilah tragedi di bangsa yang menghamburkan dana dalam lima tahun ini mencapai Rp 1.000 triliun, untuk kepentingan Pemilu, Pilkada, Partai dan pengeluaran perorangan partai, namun alpa akan sisi kemanusiaan yang kian hari seharusnya: kian beradab.
“Sebagai orang tua, Pak Hartono tak mungkin meminta nyawa anaknya kembali. Tetapi minimal ada pembuktian, bahwa anaknya mati bukan karena menusuk dosen,” ujar Christovita. ***